Kamis pagi itu terasa mencekam ketika
saya harus menaiki angkutan kota B14 jurusan Citraland-Cengkareng, Jakarta
Barat. Supir angkot ini menyetir ugal-ugalan entah apa yang dikejarnya padahal
penumpang sudah hampir penuh didalam angkotnya, ditambah seorang wanita separuh
baya meneriaki sang pengendara. Sepertinya Ibu disamping saya memang pantas
untuk marah ketika sang supir angkot membelokkan kendaraannya dengan
kencang.
“MAS, PELAN-PELAN DONG!” maki Ibu itu
seolah mewakili perasaaan semua penumpang yang didalamnya termasuk saya. Tidak
lama kemudian sang supir tanpa berkata apa-apa langsung menginjakkan rem secara
mendadak dan membuat kami semua tersentak.
Kejadian ini terjadi hari Kamis 28
Maret 2013 lalu sekitar jam setengah 10 pagi ketika saya melakukan aktifitas
seperti biasa menuju kampus. Memang sebelum berenti dihadapan saya, angkot
tersebut terlihat kencang dari kejauhan. Saya tidak mengira hal itu berlanjut
ketika saya sudah berada didalamnya.
Keberadaan angkot seperti ini bisa
menjadi lingkaran buruk penyebab buruknya pelayanan angkutan umum. Bukannya
mementingkan keselamatan penumpang, tetapi lebih mengejar uang setoran. Tidak
jarang mereka balapan dengan angkot lain yang berada didepannya, entah apa yang
ada dipikiran para supir.
Banyak kasus yang marak terjadi
belakangan ini bersangkutan dengan pelayanan angkutan umum. Dari mulai kasus tabrak
lari, kebiasaan mengetem yang menyebabkan macet, sampai kasus terakhir
penculikan dan pemerkosaan. Hal yang saya alami tadi mungkin salah satu contoh
kecil dari kasus yang ada.
Kasus-kasus ini mungkin menjadi “PR”
tersendiri bagi Pemerintah Kota dalam hal menangani pelayanan publik di
Indonesia khususnya didaerah Jakarta.
No comments:
Post a Comment