Thursday, March 14, 2013

Minimnya Pelayanan Angkutan Umum 

Kamis pagi itu terasa mencekam ketika saya harus menaiki angkutan kota B14 jurusan Citraland-Cengkareng, Jakarta Barat. Supir angkot ini menyetir ugal-ugalan entah apa yang dikejarnya padahal penumpang sudah hampir penuh didalam angkotnya, ditambah seorang wanita separuh baya meneriaki sang pengendara. Sepertinya Ibu disamping saya memang pantas untuk marah ketika sang supir angkot membelokkan kendaraannya dengan kencang. 
“MAS, PELAN-PELAN DONG!” maki Ibu itu seolah mewakili perasaaan semua penumpang yang didalamnya termasuk saya. Tidak lama kemudian sang supir tanpa berkata apa-apa langsung menginjakkan rem secara mendadak dan membuat kami semua tersentak.
Kejadian ini terjadi hari Kamis 28 Maret 2013 lalu sekitar jam setengah 10 pagi ketika saya melakukan aktifitas seperti biasa menuju kampus. Memang sebelum berenti dihadapan saya, angkot tersebut terlihat kencang dari kejauhan. Saya tidak mengira hal itu berlanjut ketika saya sudah berada didalamnya.
Keberadaan angkot seperti ini bisa menjadi lingkaran buruk penyebab buruknya pelayanan angkutan umum. Bukannya mementingkan keselamatan penumpang, tetapi lebih mengejar uang setoran. Tidak jarang mereka balapan dengan angkot lain yang berada didepannya, entah apa yang ada dipikiran para supir.
Banyak kasus yang marak terjadi belakangan ini bersangkutan dengan pelayanan angkutan umum. Dari mulai kasus tabrak lari, kebiasaan mengetem yang menyebabkan macet, sampai kasus terakhir penculikan dan pemerkosaan. Hal yang saya alami tadi mungkin salah satu contoh kecil dari kasus yang ada.
Kasus-kasus ini mungkin menjadi “PR” tersendiri bagi Pemerintah Kota dalam hal menangani pelayanan publik di Indonesia khususnya didaerah Jakarta.

Sunday, January 13, 2013

Lidah dan pikiran kaku dengan bahasa yang baku


“boro-boro nulis pake bahasa kamus, ngebacanya aja kaku”. Kata-kata tersebut dimuntahkan dari mulut teman saya ketika dia kesal dengan laporan kuliah kerja praktik yang tidak kunjung mendapat revisi dari dosen. Tulisannya selalu menyimpang sehingga rancu jika dibaca, padahal baru awal dibagian latar belakang.

Tidak sedikit mahasiswa terutama dibidang komunikasi tiba-tiba stuck ketika diharuskan menulis makalah atau laporan untuk mata kuliah. Serumit itukah menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?

Kata-kata yang jarang digunakan dalam berbicara sehari-hari memang membuat lidah ini kaku jika mengucap bahasa Indonesia yang baku. Mungkin inilah salah satu kesulitan anak muda terutama mahasiswa dalam menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka jarang bahkan hampir tidak pernah memakai kata baku selain kepada orang-orang tertentu dalam berbicara sehari-hari, hal itu membuat mereka susah menerapkan kedalam bentuk tulisan.

Faktanya pelajaran Bahasa Indonesia telah membumbui kita semenjak Sekolah Dasar. Seharusnya sudah menjadi makanan sehari-hari, apalagi dalam kehidupan kita pun menggunakan bahasa Indonesia. Apa yang salah? Kenapa sulit menggunakan bahasa Indonesia?

Menurut kutipan koran yang telah dibahas salah satu dosen bahasa jurnalistik saya, tradisi menulis di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan tradisi membaca. Minatnya kami generasi muda dalam membaca sangat kurang, sehingga kami kalang kabut membuat tulisan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Itu merupakan salah satu faktor kuat dan memang diakui oleh saya sebagai mahasiswa.

Apalagi faktor yang menyebabkan anak muda kesulitan menulis? Tidak lain dan bukan adalah faktor lingkungan. Jika didalam kehidupan sehari-hari berada di ruang lingkup yang sering menggunakan bahasa indonesia yang "dinyelenehkan", tentu membuat pikiran kita terus terpaku menggunakan bahasa itu dan mempengaruhi pikiran sehingga kita sulit dan merasa kaku jika diharuskan menulis menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar.